Senin, 24 Desember 2012

(BERTANYALAH SEPERLUNYA PART IV) *SEWAJARNYA SAJA DALAM BERTANYA

Allah swt. Berfirman dalam hadits qudsi : “Wahai Muhammad! Sesungguhnya ummatmu senantiasa bertanya : “Apa ini? Apa itu?” sampai-sampai mereka mengatakan : “Inilah Allah yang telah menciptakan makhluk, tapi siapakah yang menciptakan Allah sendiri?” (HQR Ahmad, Muslim dan Abu ‘Awanah yang bersumber dari Anas r.a)

Allah swt. Yang maha mengetahui segala sesuatu, memberitahu kepada nabi Muhammad saw. Mengenai satu hal yang kiranya akan membahayakan aqidah ummatnya; yaitu mereka sering keterlaluan mengajukan rentetan pertanyaan yang didorong oleh sifat ingin tahu. Mereka suka bertanya-tanya dalam hati, suka menyelidiki sesuatu yang mereka tidak atau belum tahu dan suka bertanya-tanya : Apakah ini sebenarnya? Apa hakikatnya mengapa begini? Akhirnya sampailah mereka menanyakan : “siapakah yang menciptakan Allah?” padahal Allah swt. Bersifat sedia tidak ada awal bagi-Nya. Bersifat kekal abadi, tidak ada akhir bagi-Nya dan Dia bersifat maha Esa, senantiasa tempat berlindung. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada tolok bandingan-Nya sesuatu pun.

Hadits qudsi ini jelas mencela sifat terlalu banyak bertanya dan terlalu ingin tahu mengenai hal-hal yang tidak akan dapat dicapai dengan akalnya. Syaithan yang senantiasa mencari jalan dan celah untuk menyesatkan anak Adam ini, selalu mendorong dan menghasut manusia melalui sifat ingin tahunya agar sampai kepada pertanyaan-pertanyaan yang menjatuhkannya kepada keragu-raguan dan seribu satu macam purba sangka terhadap khaliq (pencipta)Nya sendiri.

Memang sifat ingin tahu itu baik dan bagus sekali untuk dipupuk dan dikembangkan sebaik-baiknya, namun hendaknya dibatasi sampai pada batas-batas yang dapat diselami dan dapat dicapai oleh akal manusia, bukan tentang dzat ilahi yang maha Esa. Apabila sudah sampai kepada hal ini, kita sebagai orang mu’min, wajib menjauhinya dan menghentikan pertanyaan dan penyelidikan dan berkata : “Amantu Billah” aku beriman dan percaya kepada Allah.

Dalam hadits Nabi saw. Pernah bersabda :

“Manusia senantiasa senang bertanya-tanya, sampai mengatakan : “Allah telah menciptakan makhluk, siapa pula yang kiranya menciptakan Allah?” Barangsiapa yang terkilas (dalam hatinya) pertanyaan yang demikian, hendaknya ia mengucapkan (dengan sepenuh hati) : “Aku beriman kepada Allah swt.” (H.R Muslim yang bersumber dari Abi Hurairah)

Dalam riwayat lain yang dikemukakan oleh Abu Hurairah. Rasulullah saw. Bersabda : “Orang-orang akan sering bertanya-tanya kepadamu wahai Abu Hurairah, Sehingga akhirnya, ada yang bertanya : “Inilah Allah, Siapakah yang menciptakan Allah?” Selanjutnya Abu Hurairah berkata : “Ketika aku berada di masjid, datanglah serombongan badewi bertanya : “Hai Abu Hurairah inilah Allah siapakah yang menciptakan Allah?” Abu Hurairah mengambil segenggam batu kerikil, lalu dilemparkannya kepada mereka sambil berkata : “Pergilah kalian, sungguh benar apa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah orang yang kucintai itu”. (H.R Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah).

Dalam riwayat lain nabi pernah bersabda : orang-orang pasti akan bertanya-tanya tentang segala sesuatu sehingga mereka akan menanyakan : “Allah telah menciptakan segala benda Siapa pula kiranya yang menciptakan-Nya?” (H.R Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah).

Selanjutnya dikemukakan oleh Abu Hurairah :

“Telah datang menghadap kepada Rasulullah saw. Beberapa sahabat mengemukakan goresan dan lintasan hati mereka : “Sering tergores dalam hati kami sesuatu yang besar bilamana dibacakannya”. Rasulullah saw. Bersabda : “Apakah demikian yang tergores dalam hati kalian?” Mereka menjawab : “Benar”. Rasulullah saw. Melanjutkan : “Itulah iman yang nyata”. (H.R Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah)

Sehubungan dengan hadits diatas, Imam Nawawi menjelaskan, bahwa menangguhkan pertanyaan yang meragukan (berkenaan dengan dzat Allah) serta menjauhkan keragu-raguan hingga timbul keyakinan, ialah iman yang benar-benar nyata dan baik.

Enggan memperkatakan dan mengajukan pertanyaan yang meragukan hati berkenaan dengan dzat Allah, menghindarkan diri dari I’tiqad yang bukan-bukan, dan keengganan ini akan terbit di hati orang yang benar-benar sempurna dan kokoh imannya. Orang yang seperti itu tidak dapat diusik atau diwaswaskan oleh syetan dengan segala daya upayanya untuk terus mengutik-ngutik hatinya sehingga goyah imannya dan longgar keyakinannya. Sebaliknya kepada orang-orang kafir, syetan akan datang dari segala sudut, untuk memupuk kekafirannya, malah mereka itulah yang dijadikan alat oleh iblis dan syetan untuk melemparkan keragu-raguan itu ditengah-tengah masyarakat Islam.

Menurut Imam Mazari, Hadits tersebut menyatakan bahwa Nabi Saw. Memerintahkan ummatnya untuk menolak waswas hati dan lintasan fikiran yang menimbulkan keragu-raguan dengan jalan berpaling daripadanya dan sedapat mungkin membantahnya. Karena itu cara yang sebaik-baiknya ialah menghindarkan diri dari berfikir dan memikirkan dzat Allah.

Dalam hadits riwayat Ibnu Abbas r.a Nabi saw. Bersabda : “Berfikirlah tentang makhluk Allah dan jangan sekali-kali berfikit tentang dzat Allah, karena kalian tidak akan dapat menduga-duga dengan sebenar-benarnya. (H.R Al-Ashbihani dan Abusy Syaikh yang bersumber dari Ibnu Abbas).

Firman Allah dalam surat Al-An’am :
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, tetapi dialah yang melihat segala penglihatan dan Dia bersifat lemah lembut lagi maha mengetahui. (Q.S Al-An’am :103)

Dan firman-Nya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, benar-benar terdapat bukti-bukti bagi orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang ingat kepada Allah sambil berdiri duduk dan dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) “Ya rabbana, maha suci Engkau tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Dan peliharah kami dari siksa neraka”. Ya Rabbana, sesungguhnya yang Engkau masukkan kedalam neraka, benar-benar telah Engkau hinakan, dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang yang dhalim. Ya rabbana, sesungguhnya kami telah mendengar penyeru (Rasul) yang menyeru kepada iman, (yaitu) : “Berimanlah kalian kepada Rab kalian”. Lalu kami pun beriman. Ya Rabbana, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti. Ya Rabbana, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami melalui rasul-rasul-Mu. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari qiamat. Sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi janji”. (Q.S Ali Imran :190-194)

Semoga Allah swt. Melibatkan diri kita dalam membela kebenaran, dan semoga Allah menghalangi diri kita dari perbuatan bathil. Amien. Maha besar Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.

Sumber Hadits Qudsi Pola Pembinaan Akhlak Muslim Hal 281-285 ( http://www.bulbulmukhtar.org/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar