Senin, 24 Desember 2012

(BERTANYALAH SEPERLUNYA PART IV) *SEWAJARNYA SAJA DALAM BERTANYA

Allah swt. Berfirman dalam hadits qudsi : “Wahai Muhammad! Sesungguhnya ummatmu senantiasa bertanya : “Apa ini? Apa itu?” sampai-sampai mereka mengatakan : “Inilah Allah yang telah menciptakan makhluk, tapi siapakah yang menciptakan Allah sendiri?” (HQR Ahmad, Muslim dan Abu ‘Awanah yang bersumber dari Anas r.a)

Allah swt. Yang maha mengetahui segala sesuatu, memberitahu kepada nabi Muhammad saw. Mengenai satu hal yang kiranya akan membahayakan aqidah ummatnya; yaitu mereka sering keterlaluan mengajukan rentetan pertanyaan yang didorong oleh sifat ingin tahu. Mereka suka bertanya-tanya dalam hati, suka menyelidiki sesuatu yang mereka tidak atau belum tahu dan suka bertanya-tanya : Apakah ini sebenarnya? Apa hakikatnya mengapa begini? Akhirnya sampailah mereka menanyakan : “siapakah yang menciptakan Allah?” padahal Allah swt. Bersifat sedia tidak ada awal bagi-Nya. Bersifat kekal abadi, tidak ada akhir bagi-Nya dan Dia bersifat maha Esa, senantiasa tempat berlindung. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada tolok bandingan-Nya sesuatu pun.

Hadits qudsi ini jelas mencela sifat terlalu banyak bertanya dan terlalu ingin tahu mengenai hal-hal yang tidak akan dapat dicapai dengan akalnya. Syaithan yang senantiasa mencari jalan dan celah untuk menyesatkan anak Adam ini, selalu mendorong dan menghasut manusia melalui sifat ingin tahunya agar sampai kepada pertanyaan-pertanyaan yang menjatuhkannya kepada keragu-raguan dan seribu satu macam purba sangka terhadap khaliq (pencipta)Nya sendiri.

Memang sifat ingin tahu itu baik dan bagus sekali untuk dipupuk dan dikembangkan sebaik-baiknya, namun hendaknya dibatasi sampai pada batas-batas yang dapat diselami dan dapat dicapai oleh akal manusia, bukan tentang dzat ilahi yang maha Esa. Apabila sudah sampai kepada hal ini, kita sebagai orang mu’min, wajib menjauhinya dan menghentikan pertanyaan dan penyelidikan dan berkata : “Amantu Billah” aku beriman dan percaya kepada Allah.

Dalam hadits Nabi saw. Pernah bersabda :

“Manusia senantiasa senang bertanya-tanya, sampai mengatakan : “Allah telah menciptakan makhluk, siapa pula yang kiranya menciptakan Allah?” Barangsiapa yang terkilas (dalam hatinya) pertanyaan yang demikian, hendaknya ia mengucapkan (dengan sepenuh hati) : “Aku beriman kepada Allah swt.” (H.R Muslim yang bersumber dari Abi Hurairah)

Dalam riwayat lain yang dikemukakan oleh Abu Hurairah. Rasulullah saw. Bersabda : “Orang-orang akan sering bertanya-tanya kepadamu wahai Abu Hurairah, Sehingga akhirnya, ada yang bertanya : “Inilah Allah, Siapakah yang menciptakan Allah?” Selanjutnya Abu Hurairah berkata : “Ketika aku berada di masjid, datanglah serombongan badewi bertanya : “Hai Abu Hurairah inilah Allah siapakah yang menciptakan Allah?” Abu Hurairah mengambil segenggam batu kerikil, lalu dilemparkannya kepada mereka sambil berkata : “Pergilah kalian, sungguh benar apa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah orang yang kucintai itu”. (H.R Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah).

Dalam riwayat lain nabi pernah bersabda : orang-orang pasti akan bertanya-tanya tentang segala sesuatu sehingga mereka akan menanyakan : “Allah telah menciptakan segala benda Siapa pula kiranya yang menciptakan-Nya?” (H.R Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah).

Selanjutnya dikemukakan oleh Abu Hurairah :

“Telah datang menghadap kepada Rasulullah saw. Beberapa sahabat mengemukakan goresan dan lintasan hati mereka : “Sering tergores dalam hati kami sesuatu yang besar bilamana dibacakannya”. Rasulullah saw. Bersabda : “Apakah demikian yang tergores dalam hati kalian?” Mereka menjawab : “Benar”. Rasulullah saw. Melanjutkan : “Itulah iman yang nyata”. (H.R Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah)

Sehubungan dengan hadits diatas, Imam Nawawi menjelaskan, bahwa menangguhkan pertanyaan yang meragukan (berkenaan dengan dzat Allah) serta menjauhkan keragu-raguan hingga timbul keyakinan, ialah iman yang benar-benar nyata dan baik.

Enggan memperkatakan dan mengajukan pertanyaan yang meragukan hati berkenaan dengan dzat Allah, menghindarkan diri dari I’tiqad yang bukan-bukan, dan keengganan ini akan terbit di hati orang yang benar-benar sempurna dan kokoh imannya. Orang yang seperti itu tidak dapat diusik atau diwaswaskan oleh syetan dengan segala daya upayanya untuk terus mengutik-ngutik hatinya sehingga goyah imannya dan longgar keyakinannya. Sebaliknya kepada orang-orang kafir, syetan akan datang dari segala sudut, untuk memupuk kekafirannya, malah mereka itulah yang dijadikan alat oleh iblis dan syetan untuk melemparkan keragu-raguan itu ditengah-tengah masyarakat Islam.

Menurut Imam Mazari, Hadits tersebut menyatakan bahwa Nabi Saw. Memerintahkan ummatnya untuk menolak waswas hati dan lintasan fikiran yang menimbulkan keragu-raguan dengan jalan berpaling daripadanya dan sedapat mungkin membantahnya. Karena itu cara yang sebaik-baiknya ialah menghindarkan diri dari berfikir dan memikirkan dzat Allah.

Dalam hadits riwayat Ibnu Abbas r.a Nabi saw. Bersabda : “Berfikirlah tentang makhluk Allah dan jangan sekali-kali berfikit tentang dzat Allah, karena kalian tidak akan dapat menduga-duga dengan sebenar-benarnya. (H.R Al-Ashbihani dan Abusy Syaikh yang bersumber dari Ibnu Abbas).

Firman Allah dalam surat Al-An’am :
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, tetapi dialah yang melihat segala penglihatan dan Dia bersifat lemah lembut lagi maha mengetahui. (Q.S Al-An’am :103)

Dan firman-Nya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, benar-benar terdapat bukti-bukti bagi orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang ingat kepada Allah sambil berdiri duduk dan dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) “Ya rabbana, maha suci Engkau tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Dan peliharah kami dari siksa neraka”. Ya Rabbana, sesungguhnya yang Engkau masukkan kedalam neraka, benar-benar telah Engkau hinakan, dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang yang dhalim. Ya rabbana, sesungguhnya kami telah mendengar penyeru (Rasul) yang menyeru kepada iman, (yaitu) : “Berimanlah kalian kepada Rab kalian”. Lalu kami pun beriman. Ya Rabbana, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti. Ya Rabbana, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami melalui rasul-rasul-Mu. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari qiamat. Sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi janji”. (Q.S Ali Imran :190-194)

Semoga Allah swt. Melibatkan diri kita dalam membela kebenaran, dan semoga Allah menghalangi diri kita dari perbuatan bathil. Amien. Maha besar Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.

Sumber Hadits Qudsi Pola Pembinaan Akhlak Muslim Hal 281-285 ( http://www.bulbulmukhtar.org/)

(BERTANYALAH SEPERLUNYA PART III) *TIGA HAL YANG DIBENCI OLEH ALLAH SWT

Dalam hidup ini, ada hal-hal yang kita suka dan yang kita benci. Kadangkala apa yang kita suka ternyata dibenci oleh orang lain, sedangkan hal-hal yang kita benci justeru disuka orang lain. Begitu pula dengan Allah swt, ada hal-hal yang dibenci-Nya meskipun bisa jadi banyak manusia yang suka melakukannya. Namun karena ridha Allah swt yang kita ingin raih, maka kita akan menyesuaikan diri sehingga hal-hal yang tidak disukai-Nya tidak akan kita lakukan. Rasulullah saw menyebutkan tentang hal-hal yang dibenci-Nya sehingga hal ini akan kita hindari, beliau bersabda:


إِنَّ اللهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلاَثًا: قِيْلَ وَقَالَ, وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ


Sesungguhnya Allah membenci tiga hal untuk kalian: desas desus, membuang-buang harta, dan banyak bertanya (hal yang tidak penting). (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Daud).

Dari hadits di atas, ada tiga hal yang dibenci Allah swt yang membuat kita harus menghindarinya.

Pertama, Desas Desus.

Salah satu ciri orang fasik yang sangat menonjol adalah selalu berusaha untuk melakukan kekacauan sehingga ia merusak jalinan hubungan antar manusia dengan menyebarkan fitnah melalui penyampaian berita yang tidak benar menyangkut seseorang atau sekelompok orang sehingga sesama orang yang hubungannya sudah baik menjadi saling curiga, bahkan membenarkan tuduhan yang tidak benar. Karena itu, kaum muslimin harus waspada terhadap adanya informasi yang negatif tentang kaum muslimin sehingga ia akan mengecek terlebih dahulu kebenaran suatu informasi apalagi bila menyangkut keburukan orang lain, Allah swt mengingatkan hal ini dalam firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu (QS Al Hujurat [49]:6).

Asbabun nuzul (sebab turunnya ayat) tersebut di atas adalah, suatu ketika Al Harits datang menghadap Nabi Muhammad Saw, beliau mengajaknya masuk Islam, bahkan sesudah masuk Islam ia menyatakan kemauan dan kesanggupannya untuk. membayar zakat. Kepada Rasulullah, Al Harits menyatakan: “Saya akan pulang ke kampung saya untuk mengajak orang untuk masuk Islam dan membayar zakat dan bila sudah sampai waktunya, kirimkanlah utusan untuk mengambilnya”. Namun ketika zakat sudah banyak dikumpulkan dan sudah tiba waktu yang disepakati oleh Rasul, ternyata utusan beliau belum juga datang. Maka Al Harits beserta rombongan berangkat untuk menyerahkan zakat itu kepada Nabi.

Sementara itu, Rasulullah Saw mengutus Al Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat, namun ditengah perjalanan hati Al Walid merasa gentar dan menyampaikan laporan yang tidak benar, yakni Al Harits tidak mau menyerahkan dana zakat, bahkan ia akan dibunuhnya. Rasulullah tidak langsung begitu saja percaya, beliaupun mengutus lagi beberapa sahabat yang lain untuk menemui Al Harits. Ketika utusan itu bertemu dengan Al Harits ia berkata: “Kami diutus kepadamu”. Al Harits bertanya: “Mengapa?”. Para sahabat menjawab: “Sesungguhnya Rasulullah telah mengutus Al Walid bin Uqbah, ia mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat bahkan mau membunuhnya”.

Al Harits menjawab: “Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya dan tidak ada yang dating kepadaku”. Maka ketika mereka sampai kepada Nabi Saw, beliaupun bertanya: “Apakah benar engkau menahan zakat dan hendak membunuh utusanku?”, Demi Allah yang telah mengutusmu dengan sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian”. Maka turunlah ayat itu.

Surat Al Hujurat:6 di atas menggunakan kata naba’ bukan khabar. M. Quraish Shihab dalam bukunya Secercah Cahaya Ilahi, hal 262 membedakan makna dua kata itu. “Kata naba’ menunjukkan “berita penting”, sedangkan khabar menunjukkan ”berita secara umum”. Al-Qur’an memberi petunjuk bahwa berita yang perlu diperhatikan dan diselidiki adalah berita yang sifatnya penting. Adapun isu-isu ringan, omong kosong dan berita yang tidak bermanfaat tidak perlu diselidiki, bahkan tidak perlu didengarkan karena hanya akan menyita waktu dan energi”.

Kedua, Membuang-Buang Harta.

Harta merupakan sesuatu yang amat dibutuhkan manusia dalam hidup ini. Karena itu, Allah swt memerintahkan kita untuk mencarinya dengan cara-cara yang halal dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya. Karenanya pertanggungjawaban dalam kaitan dengan harta tidak hanya dari sisi mencari atau mendapatkannya tapi juga bagaimana menggunakannya. Penggunaan harta sedapat mungkin dengan melakukan penghematan. Meskipun harta sudah kita cari dengan susah payah yang berarti kita punya hak memiliki sepenuhnya, dalam penggunaannya tetap harus kita lakukan penghematan meskipun untuk memenuhi kebutuhan pokok, karena itu, Islam tidak membenarkan penggunaan harta secara boros, yakni menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak benar menurut Allah swt dan Rasul-Nya, karena pemborosan merupakan kebiasaan syaitan yang sangat merugikan manusia, harta akan cepat habis sementara kebiasaan berlebihan menjadi sangat sulit untuk ditinggalkan meskipun dia tidak memiliki harta yang cukup, karenanya sikap ini harus dijauhi, Allah swt berfirman: Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu sangat ingkar kepada Tuhannya (QS Al Isra [17]:26-27).

Membuang-buang harta dapat kita pahami dalam bentuk menggunakan harta untuk membeli atau melakukan sesuatu yang bisa merusak akhlak, baik akhlak diri sendiri, keluarga maupun masyarakat.

Ketiga, Terlalu Banyak Bertanya.

Salah satu cara untuk mendapatkan ilmu dan memperoleh penjelasan yang luas tentang suatu persoalan adalah bertanya kepada orang yang menguasai masalah yang hendak kita tanyakan. Karenanya para sahabat sering bertanya kepada Rasulullah saw, bahkan dengan sebab bertanya tidak sedikit ayat yang diturunkan untuk menjawab pertanyaan mereka.

Namun ketika masalah yang hendak ditanyakan sudah jelas jawabannya, atau apa yang ditanya sudah dijawab dengan jelas, tidak perlu lagi hal itu ditanyakan, karena persoalan yang sudah jelas harus segera diamalkan, bukan ditanya-tanya lagi. Hal ini hanya akan menyulitkan si penanya sendiri. Tidak sedikit persoalan yang sudah jelas menjadi kabur karena ditanyakan lagi atau persoalan yang mudah mengamalkannya menjadi sulit karena ada tambahan penjelasan yang semakin tidak jelas.

Sejarah telah mencatat bagaimana umat Nabi Musa as yakni Bani Israil yang banyak tanya sehingga menyulitkan mereka sendiri untuk melaksanakan perintah Allah swt. Ketika itu mereka diperintah untuk menyembelih sapi betina, perintah yang sangat jelas, tapi mereka merasa terhina, karena sapi itu selama ini mereka agungkan, mereka mengatakan: Apakah engkau hendak menjadikan kami buah ejekan?”. Karenanya Nabi Musa menyatakan: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil”.

Mereka akhirnya banyak bertanya, mulai dari sapi betina yang bagaimana, lalu dijelaskan sapi betina yang tidak tua tapi juga tidak muda. Lalu mereka bertanya lagi apa warnanya. Dijelaskan lagi bahwa warnanya kuning, kuning tua dan menyenangkan orang yang memandangnya. Mereka masih bertanya lagi tentang hakikat sapi itu. Lalu dijelaskan bahwa sapi betina itu yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak cacat dan tidak ada belangnya. Setelah mendapat penjelasan itu, mereka semakin sulit untuk melaksanakan perintah, karena tidak gampang menjadi sapi seperti yang digambarkan itu. Meskipun akhirnya dilaksanakan juga, tapi kesulitan melaksanakan perintah amat mereka rasakan disebabkan terlalu banyak bertanya apa yang sebenarnya sudah jelas. Kisah tentang ini bisa kita baca pada surat Al Baqarah [2]:67-71).

Setelah memahami apa saja yang tidak disukai oleh Allah swt dan Rasul-Nya, maka setiap kita berusaha untuk menjauhinya.


Sumber : Drs. H. Ahmad Yani /  http://www.nuansaislam.com/)

(BERTANYALAH SEPERLUNYA PART II) *LARANGAN BANYAK BERTANYA TANPA ADANYA KEPERLUAN.

Diwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dari Rasulullah saw. bersabda, “Tinggalkanlah sesuatu yang tidak aku anjurkan kepada kamu. Karena sesungguhnya kebinasaan umat terdahulu ialah karena mereka banyak bertanya dan selalu menyelisihi Nabi mereka. Jadi, apabila aku perintahkan sesuatu kepada kamu, maka lakukanlah semampu kamu. Dan apabila aku melarang kamu dari sesuatu, maka ditinggalkanlah!” (HR Bukhari [7288] dan Muslim [1337]). Diriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu’bah r.a., dari Rasulullah saw. Bersabda, “Sesungguhnya, Allah telah mengharamkan atas kalian durhaka terhadap ibu bapak, [1] mengubur hidup-hidup (membunuh) anak perempuan, [2] menahan harta sendiri dan terus meminta kepada orang lain.[3] Dan Allah membenci atas kamu tiga perkara; Qiila wa qaala[4], banyak bertanya [5], dan membuang-buang harta,[6] ” (HR Bukhari [1477] dan Muslim [1715]).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, “Rasulullah saw. Bersabda, ‘Sesungguhnya, Allah meridhai tiga perkara atas kalian dan membenci tiga perkara. Allah ridha kalian hanya menyembah-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain, berpegang dengan tali Allah dan tidak bercerai-berai.[7] Dan ia membenci qiila wa qaala, banyak bertanya dan membuang-buang harta’.” (HR Muslim [1715]).

Kandungan Bab:

Al-Hafizh Ibnu Rajah al-Hanbali berkata dalam kitab Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam (Halaman 138-140 al-Muntaqa), “Hadits-hadits ini berisi larangan bertanya masalah-masalah yang tidak diperlukan dan jawabannya dapat merugikan si penanya sendiri. Misalnya pertanyaan, Apakah ia berada dalam Neraka ataukah dalam Surga? Apakah yang dinisbatkan kepadanya itu benar ayahnya ataukah orang lain? Dan juga larangan bertanya untuk menentang, bercanda atau memperolok-olok, seperti yang sering dilakukan oleh kaum munafikin dan lainnya. Mirip dengannya adalah mempertanyakan ayat-ayat Al-Qur’an dan memprotesnya untuk menentangnya. Sebagaimana yang dilakukan oleh kaum musyrikin dan Ahli Kitab. ‘Ikrimah dan ahli tafsir lainnya mengatakan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan masalah ini. Dan hampir mirip dengannya adalah bertanya tentang perkara-perkara yang Allah sembunyikan atas makhluk-Nya dan tidak memperlihatkannya kepada mereka. Seperti bertanya tentang bila terjadi hari Kiamat dan tentang ruh.”

Hadits tersebut juga berisi larangan banyak bertanya tentang sejumlah besar masalah halal dan haram yang dikhawatirkan pertanyaan tersebut menjadi sebab turunnya perkara yang lebih berat lagi. Misalnya bertanya tentang sejumlah besar perkara halal dan haram yang bisa menjadi turunnya perkara yang lebih berat dari sebelumnya. Misalnya bertanya tentang kewajiban haji, apakah wajib dikerjakan setiap tahun ataukah tidak?

Dalam kitab ash-Shahiih diriwayatkan dari Sa’ad r.a., dari Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya, kejahatan yang paling besar yang dilakukan oleh seorang Muslim terhadap kaum Muslimin adalah yang bertanya tentang suatu perkara yang belum diharamkan, lalu menjadi haram karena pertanyaannya itu,”(HR Bukhari [7289] dan Muslim [2358]).

Rasulullah saw. tidak menanggapi pertanyaan-pertanyaan kecuali yang berasal dari kaum Arab Badui dan para utusan yang datang menemui beliau. Beliau ingin mengambil hati mereka. Adapun kaum Muhajirin dan Anshar yang bermukim di Madinah yang telah kokoh keimanannya dalam hati, mereka dilarang banyak bertanya. Sebagaimana disebutkan dalam Shahiih Muslim dari an-Nawaas bin Sam’an, ia berkata: “Aku tinggal bersama Rasulullah saw. di Madinah, tidaklah ada yang menghalangiku hijrah ke Madinah kecuali karena takut akan banyak bertanya. Karena itu ketika kami telah berhijrah, maka kami tidak banyak bertanya kepada beliau.” (HR Muslim [2553]).

Diriwayatkan juga dari Anas bin Malik r.a., ia berkata, “Kami dilarang bertanya tentang sesuatu kepada Rasulullah saw. Sungguh kami amat suka bila ada seorang lelaki yang cerdas dari kalangan Arab Badui datang dan bertanya kepada beliau lalu kami mendengarnya.” (HR Muslim [12]).

Para Sahabat Nabi kadang kala bertanya kepada Nabi tentang hukum beberapa masalah yang belum terjadi. Namun untuk diamalkan nantinya apabila benar-benar terjadi. Sebagaimana halnya mereka pernah bertanya, “Kami akan menghadapi musuh esok hari, kami tidak membawa pisau, lalu bolehkah kamu menggunakan ruas kayu yang tajam?” (HR Bukhari [2488] dan Muslim [1968]).

Mereka juga bertanya tentang umaraa’yang telah beliau sebutkan akan muncul sepeninggal beliau, tentang mentaati mereka dan hukum memerangi mereka. Hudzaifah r.a. bertanya kepada beliau tentang fitnah-fitnah akhir zaman dan apa yang harus ia lakukan.

Semua itu menunjukan makruh dan tercelanya banyak bertanya. Namun sebagian orang beranggapan bahwa larangan itu khusus bagi orang-orang yang hidup zaman Nabi saw. karena dikhawatirkan akan diharamkan perkara yang belum diharamkan atau diwajibkan perkara yang sulit dikerjakan. Namun setelah Rasulullah saw wafat kekhawatiran itu telah sirna. Namun perlu diketahui bahwa bukan itu saja sebab larangan banyak bertanya. Ada sebab lainnya, yaitu menunggu turunnya ayat-ayat Al-Qur’an, karena tidak satupun perkara yang ditanyakan melainkan telah didapati penjelasannya dalam Al-Qur'an.

Maknanya, seluruh perkara yang dibutuhkan kaum Muslimin yang berkaitan dengan agama mereka pasti telah dijelaskan oleh Allah dalam Kitab-Nya dan pasti telah disampaikan oleh Rasulullah saw. Oleh karena itu tidak ada keperluan bagi seseorang untuk menanyakannya lagi. Sebab Allah Mahatahu apa yang menjadi kemaslahatan bagi hamba-Nya, Mahatahu apa yang menjadi hidayah dan manfaat bagi mereka. Allah pasti telah menjelasakannya kepada mereka sebelum mereka menanyakannya. Sebagaimana yang Allah swt katakan dalam firman-Nya, “Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat,” (An-Nisaa’: 176).

Maka dari itu, tidak perlu lagi menanyakan, apalagi menanyakannya sebelum terjadi dan sebelum dibutuhkan. Namun kebutuhan yang penting sekarang ini adalah memahami apa yang telah dikabarkan oleh Allah dan Rasul-Nya kemudian mengikuti dan mengamalkannya.

--------------------------------------

[1] Durhaka terhadap orang tua haram hukumnya, bahkan termasuk salah satu dosa besar menurut kesepakatan para ulama. Rasulullah saw hanya menyebutkan ibu di sini karena hak dan kehormatannya lebih besar daripada bapak. Menyambung tali silaturrahim dengannya tentu lebih utama.

[2] Yakni, mengubur mereka hidup-hidup, ini merupakan adat tradisi kaum Jahiliyyah.

[3] Man’un wa haatun artinya, tidak menunaikan kewajiban dan terus meminta apa yang bukan haknya.

[4] Yakni, menceritakan seluruh perkara yang didengarnya yang tidak ia ketahui kebenarannya dan juga tidak menurut dugaan kuatnya. Cukuplah seorang disebut berdosa dan berdusta apabila ia menyampaikan seluruh perkatan yang didengarnya.

[5] Yakni, banyak bertanya dan menanyakan perkara-perkara yang belum terjadi dan tidak ada keperluannya.

[6] Yakni, bersikap mubazir dan membelanjakan harta untuk hal-hal yang tidak disyari’atkan yang dapat membawa keuntungan (manfaat) dunia dan akhirat.

[7] Yaitu, berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya saw. Serta tetap bersama jama’ah kaum Muslimin dan saling bersatu padu satu sama lainnya. Ini merupakan salah satu inti dan tujuan syari’at.


Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 1/215 - 219, (FANI / http://alislamu.com/)

(BERTANYALAH SEPERLUNYA PART I) *ANJURAN MELAKUKAN PERINTAH RASUL SESUAI KEMAMPUAN, MENJAUHI LARANGANNYA DAN LARANGAN BANYAK BERTANYA

Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, menceritakan bahwasanya di mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam bersabda : " Apa yang aku larang kalian dari (mengerjakan)-nya maka jauhilah ia, dan apa yang aku perintahkan kalian untuk (melakukan)-nya maka lakukanlah sesuai dengan kemampuan kalian, karena sesungguhnya yang menghancurkan orang-orang yang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan-pertanyaan mereka (yang mereka ajukan) dan perselisihan mereka dengan para Nabi-Nabi (yang diutus kepada) mereka ". (H.R.Bukhari dan Muslim).

Takhrij Hadits secara global

Hadits dengan lafazh diatas dikeluarkan oleh Imam Muslim saja dari riwayat az-Zuhri dari Sa'id bin al-Musayyab dan Abu salamah; keduanya dari Abu Hurairah, begitu juga dikeluarkan oleh Imam Bukhari, Imam Ahmad dan an-Nasai serta ditashhih oleh Imam Ibnu Hibban.

Makna Hadits secara Global

Dalam hadits tersebut kita diperintahkan untuk hanya melakukan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam dan menjauhi apa saja yang dilarang oleh beliau. Larangan tersebut dimaksudkan agar kita tidak terjebak dengan apa yang telah menimpa umat-umat terdahulu yang hancur dan binasa gara-gara terlalu banyak bertanya kepada Nabi-Nabi mereka tentang sesuatu yang tidak ada faedahnya begitu juga seringnya mereka berselisih dan membantah Nabi-Nabi mereka tersebut.

Penjelasan Tambahan

Banyak hadits-hadits lain yang senada dengan hadits tersebut yang menunjukkan larangan bertanya tentang hal-hal yang tidak perlu dan justru memojokkan posisi si penanya sendiri seperti pertanyaan seseorang yang menanyakan kepada Nabi bagaimana nasibnya nanti, apakah di neraka atau di surga ? atau yang bertanya tentang nasabnya, dan lain-lainya. Begitu juga larangan bertanya perihal yang sia-sia, atau dengan maksud mengejek atau dimaksudkan untuk menyombongkan diri/berkeras kepala sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Munafik dan selain mereka.

Pertanyaan serupa yang juga dilarang adalah mempertanyakan ayat-ayat dengan tujuan untuk sekedar menunjukkan kekerasan hati dan penolakan terhadapnya seperti yang dilakukan oleh kaum Musyrikun dan Ahlul Kitab. Begitu juga larangan melontarkan pertanyaan-pertanyaan seputar hal-hal yang hanya diketahui oleh Allah semata dan tidak dapat diketahui oleh manusia, seperti bertanya tentang kapan saat kiamat terjadi dan tentang ruh.

Hadits-Hadits tersebut juga berbicara tentang larangan bagi kaum Muslimin untuk bertanya banyak seputar hal yang berkaitan dengan halal dan haram dan larangan bertanya seputar hal yang belum terjadi seperti ada seseorang yang bertanya tentang apa yang terjadi terhadap keluarganya padahal masalah yang ditanyakannya itu masih bersifat dugaan/perandaian.

Jadi, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah diatas (hadits yang kita bicarakan) maksudnya adalah : barangsiapa yang tidak menyibukkan dirinya dengan memperbanyak bertanya tentang hal-hal yang tidak terdapat semisalnya dalam AlQuran ataupun as-Sunnah tetapi justeru kesibukannya hanya dalam memahami firman Allah dan Sabda RasulNya yang tujuannya semata-mata hanya agar dapat menjalankan segala yang diperintahkan kepadanya dan menjauhi segala yang dilarang baginya, maka orang semacam inilah yang dimaksud oleh hadits diatas dengan orang yang mendatangkan/melakukan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah. Sedangkan orang yang tidak memberikan perhatiannya untuk memahami apa yang diturunkan oleh Allah kepada RasulNya dan justeru banyak menyibukkan dirinya dengan menciptakan pertanyaan-pertanyaan yang masih bersifat kemungkinan; bisa terjadi dan bisa tidak, dan mencari-cari jawabannya berdasarkan pertimbangan logika semata, maka orang semacam ini dikhawatirkan termasuk orang yang telah melanggar hadits tersebut diatas yaitu melakukan larangan dan meniggalkan peritah yang ada.

Sesungguhnya banyaknya terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak bersumber sama sekali dari AlQuran maupun dari as-Sunnah lantaran meninggalkan kesibukan yang semestinya diarahkan kepada perbuatan melakukan perintah Allah dan RasulNya dan menjauhi larang-larangan keduanya. Jika saja orang yang ingin melakukan suatu pekerjaan bertanya tentang apa yang disyari'atkan oleh Allah berkaitan dengan pekerjaan tersebut (yang ditanyakannya) lantas dia menjalankan pekerjaan itu, begitu juga dia bertanya tentang pekerjaan apa yang dilarang oleh Allah lantas dia meninggalkan pekerjaan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa peristiwa-peristiwa tersebut terjadi masih dalam kaitannya dengan AlQuran dan as-Sunnah. Sebab yang terjadi justeru sebaliknya, seseorang melakukan suatu pekerjaan berdasarkan logika dan hawa nafsunya semata, sehingga secara umum peristiwa-peristiwa itu terjadi dalam kondisi yang bertentangan dengan apa yang disyari'atkan oleh Allah, dan dalam hal ini barangkali sangat sulit untuk merujuknya kembali kepada hukum-hukum yang telah disebutkan dalam AlQuran dan as-Sunnah karena sudah terlalu jauh dari keduanya.

Secara global, barangsiapa yang melakukan apa yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam dalam hadits tersebut (yang kita bahas) dan menjauhi apa yang dilarang oleh beliau dan dia memfokuskan dirinya hanya pada apa yang diperintahkan kepadanya saja, terlepas dari yang lainnya maka dia akan mendapakan keselamatan di dunia dan akhirat sedangkan orang yang berbuat sebaliknya dengan menyibukkan dirinya berdasarkan pertimbangan logika dan perasaan semata, maka dia telah terjerumus kedalam apa yang dilarang oleh Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam sama seperti halnya Ahlul Kitab yang binasa lantaran terlalu banyak bertanya dan berselisih dengan para Nabi mereka dan ketidaktundukan serta ketidakta'atan mereka kepada para Rasul yang diutus kepada mereka.

Permasalahan hadits diatas

Setidaknya terdapat tiga masalah yang dibicarakan para ulama seputar hadits diatas, yaitu: pertama, masalah bertanya tentang hal-hal yang tidak bermanfaat dan hal-hal yang masih diperkirakan akan terjadi. Kedua, masalah keutamaan meninggalkan al-Muharramât (hal-hal yang diharamkan) atas perbuatan ta'at yang sifatnya sunnah. Ketiga, masalah orang yang tidak mampu melakukan perintah secara keseluruhan tetapi hanya mampu melakukan sebagiannya saja.

i) Masalah bertanya tentang hal yang tidak bermanfaat dan hal-hal yang masih diperkirakan akan terjadi

Yang dimaksud dengan bertanya tentang hal yang tidak bermanfaat tersebut adalah adanya pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu dilontarkan karena bisa saja hal tersebut berakibat jelek terhadap si penanya sendiri, begitu juga dengan masalah bertanya tentang hal-hal yang sebenarnya belum terjadi namun diperkirakan akan terjadi.

Sebab-Sebab dibencinya banyak bertanya perihal yang tidak bermanfaat

Diantara sebab dari adanya larangan banyak bertanya seputar hal-hal yang telah disebutkan diatas adalah ; Pertama, karena ditakutkan dengan pertanyaan semacam itu justru akan menurunkan beban syar'i (taklif) yang lebih berat lagi (karena Rasul masih hidup dan berbicara berdasarkan wahyu semata, maka datangnya jawaban tentang masalah yang dipertanyakan berarti perintah/taklif yang wajib dita'ati), seperti pertanyaan tentang apakah haji dilakukan setahun sekali atau tidak ?. Dalam sebuah hadits yang shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ahmad dan ditashhih oleh Ibnu Hibban, Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam bersabda : "Sesungguhnya orang-orang Islam yang paling besar dosanya adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang tidak diharamkan maka lantaran pertanyaannya hal itu (kemudian) diharamkan ".

Berkaitan dengan hadits ini, ada yang berpendapat bahwa hal itu khusus pada zaman Rasul saja, sedangkan setelah beliau wafat, hal itu bisa terhindarkan. Namun bukan lantaran itu saja sebenarnya sebab dibencinya bertanya tentang hal itu, tetapi ada sebab lainnya yaitu, sebagaimana yang diisyaratkan dalam ucapan Ibnu 'Abbas, bahwa seluruh permasalahan agama yang diperlukan oleh kaum Muslimin pasti telah dijelaskan oleh Allah dalam KitabNya dan telah disampaikan oleh RasulNya sehingga tidak perlu lagi seseorang mengajukan pertanyaan sebab Allah Maha Mengetahui kemaslahatan hamba-hambaNya; sesuatu yang didalamnya diperuntukkan bagi kemaslahatan dan mendapatkan hidayah buat mereka yang tentunya Allah pasti menjelaskannya sebelum adanya pertanyaan , sebagaimana Allah berfirman :"…..Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat..". (Q.,s. an-Nisa'/4: 176). Maka oleh karenanya tidak diperlukan lagi pertanyaan tentang apapun apalagi sebelum terjadinya dan sebelum kebutuhan akan hal itu, akan tetapi keperluan yang sesungguhnya adalah bagaimana memahami apa yang telah diinformasikan oleh Allah dan RasulNya, kemudian mengikuti dan mengamalkannya. Dalam hal ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam sering ditanyai beberapa masalah maka beliau langsung merujuknya kepada AlQuran; seperti tatkala beliau ditanya oleh Umar tentang pengertian "al-Kalâlah", maka beliau menjawab dengan sabdanya :"cukup bagimu (dalam masalah ini/al-Kalâlah) ayat ash-Shaif". (H.R. Muslim dan Ibnu Majah).

Kedua, ditakutkan bahwa dengan pertanyaan itu justeru akan menimpa si penanya itu sendiri, dan karenanya Nabi sangat membenci pertanyaan semacam itu dan mencelanya, seperti pertanyaan yang berkaitan dengan hukum Li'an ; yaitu pertanyaan seseorang kepada Nabi perihal sesuatu yang masih merupakan dugaan/perandaian yang mungkin akan terjadi terhadap keluarganya dan ternyata lantaran pertanyaan itu hal tersebut benar-benar terjadi. (Lihat Musnad Ahmad, Shahih Muslim, Sunan at-Turmuzi dan Shahih Ibnu Hibban).

Jadi, bila himmah/keinginan si pendengar begitu mendengar perintah dan larangan hanya diarahkan kepada penciptaan masalah-masalah yang berpretensi kemungkinan terjadi dan kemungkinan tidak terjadi saja maka hal inilah yang termasuk dalam larangan tersebut yang dibenci untuk bertanya-tanya tentangnya sebab hal itu malah akan mematahkan semangat untuk mengikuti perintah tersebut. Dan hal ini pula yang menyebabkan Ibnu 'Umar memarahi seseorang yang bertanya kepadanya tentang hukum menyalami hajar aswad, maka lantas hal itu dijawab oleh Ibnu 'Umar : "aku melihat Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam menyalaminya dan menciumnya". Orang tersebut berkata kepadanya : bagaimana jika aku tidak sanggup melakukannya karena sesuatu hal ? bagaimana jika sedang dalam keadaan berdesak-desakan? ..Lalu Ibnu 'Umar menjawab :"jadikan ungkapanmu 'bagaiman jika' itu di negeri Yaman saja !(barangkali si penanya ini berasal dari negeri Yaman yang memang penduduknya suka membuat pernyataan semacam itu atau hal semacam itu merupakan kebiasaan yang ada di negeri Yaman-penj), aku telah melihat Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam menyalaminya dan menciumnya ". (dikeluarkan oleh at-Turmuzi). Maksud Ibnu Umar dalam riwayat tersebut adalah bahwa jadikanlah keinginanmu semata-mata untuk mengikuti sunnah Rasulullah sehingga tidak perlu mengemukakan bayangan-bayangan kemungkinan tidak dapat melaksanakan hal itu atau lantaran sulitnya melakukan hal itu sebelum terjadi, karena hal itu justeru bisa mematahkan semangat untuk mengikuti sunnah Nabi. Bukankah tafaqquh (mendalami syari'at) hanya terdapat dalam agama dan bertanya tentang ilmu hanya dipuji bilamana hal itu untuk dilakukan/dipraktekkan bukan hanya untuk berdebat dan mencari muka?.

Sikap Salaf dalam masalah ini

Yang perlu diketahui, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam tidak pernah memberikan keringanan/rukhshah bertanya tentang banyak masalah (yang tidak perlu) kecuali kepada delegasi-delegasi orang 'Arab pedalaman (al-A'râb) dan orang-orang (yang kondisi keimanannya) seperti mereka yang datang kepada beliau. Hal itu (memberikan rukhshah kepada mereka) dilakukan oleh beliau dengan tujuan mendekatkan hati mereka dan melunakkannya. Sedangkan orang-orang Muhajirin dan Anshor yang tinggal disekitar kota Madinah dan telah mantap keimanannya, maka hal itu (bertanya tentang banyak masalah yang tidak perlu tersebut) dilarang bagi mereka. Diantara saksi yang membenarkan statement ini adalah hadits yang terdapat dalam Shahih Muslim dari an-Nawwas bin Sam'ân, dia berkata: aku telah tinggal bersama Rasulullah selama setahun di Madinah dimana tidak ada satupun hal yang mencegah/melarangku berhijrah kecuali hanya satu permasalahan/pertanyaan saja, sedangkan salah seorang dari kami bila berhijrah mereka tidak pernah bertanya-tanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam .

Dan Dari al-Bara' bin 'Âzib, dia berkata :"Jika penghujung tahun telah datang kepadaku dan aku sebenarnya berkeinginan untuk bertanya tentang sesuatu kepada Rasulullah, lantas aku merasa takut untuk menyampaikannya maka kami hanya bercita-cita agar yang datang bertanya itu adalah orang-orang 'Arab pedalaman (al-A'râb)". (Musnad al-Kabir, karangan Abi Ya'la).

Ibnu 'Abbas berkata :"Saya tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih baik dari para Shahabat Muhammad Shallallahu 'alaihi Wasallam ; mereka tidak bertanya kepada beliau kecuali tentang dua belas masalah saja, yang semuanya termuat dalam AlQuran : yaitu firman Allah : "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi…". (Q.,s,al-Baqarah/2 : 219). Dan firmanNya:"Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram..". (Q.,s, al-Baqarah/2: 217). Dan firmanNya :Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak-anak yatim.." (Q.,s. al-Baqarah/2: 220)……hingga akhir hadits.

Berkaitan dengan pertanyaan seputar peristiwa-peristiwa yang belum terjadi, para shahabat bukannya tidak pernah menanyakan tentang hal itu tetapi mereka menanyakan hal itu, semata-mata untuk mereka amalkan begitu hal itu benar-benar terjadi, seperti pertanyaan Huzaifah kepada Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam tentang fitnah yang akan terjadi, dan bagaimana mereka menyikapinya nanti. Begitu juga mereka pernah menanyakan kepada beliau tentang para Umara' (pemimpin) yang beliau beritakan akan datang setelah beliau, bagaimana sikap mereka; mena'ati atau memerangi mereka. (H.R.Bukhari).

Ibnu 'Umar berkata : "Janganlah kalian bertanya tentang hal-hal yang belum terjadi, karena sungguh! saya telah mendengar 'Umar melaknat orang yang bertanya tentang sesuatu yang belum terjadi". (diriwayatkan oleh Ibnu 'Abdil Barr). Begitu juga, Zaid bin Tsabit bila ditanyai tentang sesuatu, dia balik bertanya : apakah hal ini dulu memang begini ?, jika mereka menjawab : tidak, maka dia lalu berkata :"biarkan saja dulu hingga terjadi".

Al-Hasan al-Bashri berkata :"Hamba-Hamba Allah yang paling jahat adalah orang-orang yang mengikuti/selalu menguntit masalah-masalah yang pelik yang dengannya membuat bencana bagi hamba-hamba Allah yang lain".

Imam al-Auzâ'i berkata : "Sesungguhnya bila Allah menghendaki diharamkannya keberkahan ilmu seorang hamba, maka Dia akan melemparkan kesalahan-kesalahan/ucapan-ucapan ngawur ke lisannya. Sungguh aku telah melihat mereka sebagai orang-orang yang paling sedikit ilmunya".

Alhasil, banyak sekali ungkapan dan perbuatan Salaf tentang ketidaksukaan mereka bertanya tentang hal-hal yang tidak perlu dan yang masih berpretensi kemungkinan terjadi.

Sikap-Sikap para Ulama dalam mempertanyakan sesuatu yang belum terjadi

Dalam hal ini, para ulama terbagi menjadi beberapa kelompok :

1. Ahlul Hadits : mereka menutup rapat-rapat pintu bertanya tentang masalah tersebut (bab al-masâil) sehingga hal ini menyebabkan mereka kurang faqih dan kurang keilmuannya berkaitan dengan hukum-hukum yang diturunkan oleh Allah kepada RasulNya dan mereka akhirnya menjadi pembawa fiqih yang tidak faqih.

2. Ahlur Ra'yi : mereka sebaliknya sangat memperluas bab ini, sehingga melahirkan banyak bab tentang ini (bab tentang permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan hal-hal yang belum terjadi); diantaranya ada yang terjadi menurut kebiasaan dan diantaranya ada yang tidak terjadi, dan mereka sangat disibukkan dengan hal ini dengan memberikan jawaban secara berlebihan (melebihi kemampuan mereka), memperbanyak perdebatan yang akibatnya melahirkan pula perselisihan hati dan memantapkan kemauan hawa nafsu, rasa permusuhan dan kebencian. Dan yang lebih menonjol lagi, adalah niat untuk selalu menang (dalam berdebat) dan mendapatkan pujian orang serta bersombong-sombong. Hal ini tentu saja amat dicela oleh ulama-ulama Rabbani, begitu juga banyak hadits menunjukkan keharaman perbuatan semacam ini.

3. Fuqaha' Ahlul Hadits yang 'Âmilin (yang mengamalkan hadits) : Keinginan mereka yang paling besar adalah mencari makna-makna AlQuran dan tafsiran-tafsirannya baik melalui sunnah-sunnah yang shahih, perkataan para shahabat atau orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Begitu juga mereka mencari/membahas sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam ; dengan tujuan mengetahui mana yang shahih darinya dan mana yang tidak, mendalaminya (tafaqquh) dan memahaminya, mengetahui makna-maknanya, serta mengetahui perkataan para shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik dalam berbagai disiplin ilmu ; Tafsir, Hadits, masalah-masalah halal dan haram, pokok-pokok sunnah, zuhud, raqâiq dan lain-lain.

Inilah metode yang dilakukan oleh Imam Ahmad dan orang-orang yang sependapat dengannya yang termasuk dalam kelompok ulama hadits yang Rabbani. Imam Ahmad selalu berkata, bila beliau ditanyai mengenai masalah-masalah baru yang belum terjadi :"tinggalkan kami (jangan sibukkan kami) dengan masalah-masalah baru yang diada-adakan ini ! ".

Ahmad bin Syubwaih berkata :"barangsiapa yang menginginkan ilmu kubur ('Ilmul Qabri) maka hendaklah dia mengkaji atsar-atsar (hadits-hadits) dan barangsiapa yang menginginkan ilmu roti ('Ilmul Khubzi) maka silahkan mengkajinya dengan ra'yun (logika)".


ii) Masalah keutamaan meninggalkan al-Muharamât (hal-hal yang diharamkan) atas perbuatan ta'at yang sifatnya sunnah.

Diantara masalah lain yang dibicarakan para ulama berkaitan dengan hadits diatas (yang kita bicarakan), adalah masalah keutamaan meninggalkan al-muharramât atas perbuatan ta'at . Secara zhahirnya, yang dimaksud dengan perbuatan ta'at disini adalah perbuatan ta'at yang bersifat sunnah (bukan wajib). Sedangkan inti dari pembicaraan mereka tentang hal ini adalah bahwa menjauhi/meninggalkan al-muharramât (hal-hal yang diharamkan) meskipun sedikit lebih utama daripada memperbanyak perbuatan-perbuatan ta'at yang bersifat sunnah, karena hal itu (menjauhi/meninggalkan al-muharramât) adalah wajib sedangkan mengerjakan keta'tan yang sunnah itu hukumnya adalah sunnah.

Masalah ini dapat disimpulkan dari potongan hadits diatas (yang kita bahas ini) yaitu dari sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam : "Apa yang aku larang kalian dari (mengerjakan)-nya maka jauhilah ia, dan apa yang aku perintahkan kalian untuk (melakukan)-nya maka datangkanlah/lakukanlah sesuai dengan kemampuan kalian". Dalam hal ini, sebagian ulama berkata : "Dari potongan hadits diatas diambil kesimpulan bahwa larangan adalah lebih keras dari perintah, karena tidak pernah ada keringanan/rukhshah dalam melakukan suatu larangan sedangkan perintah selalu dikaitkan dengan istithâ'ah (kemampuan) dalam melakukannya". Ucapan ini diriwayatkan dari Imam Ahmad.

iii) Masalah orang yang tidak mampu melakukan perintah secara keseluruhan dan hanya mampu melakukan sebagiannya

Dalam masalah ini, orang tersebut harus melakukan apa yang mungkin untuk dilakukannya. Kemudian masalah ini berkembang kedalam pembahasan masalah yang terkait dengan masalah-masalah fiqih, seperti thaharah, shalat, zakat fitrah, dan lain-lain. (untuk penjelasan yang lebih rinci lagi, lihat; kitab Jami'ul 'Ulum wal hikam, karya Syaikh Ibnu Rajab al-Hanbali, h. 253-257).

Intisari Hadits

· Anjuran untuk melakukan perintah Rasulullah sesuai dengan kemampuan yaitu dengan memberikan perhatian yang penuh terhadap apa yang datang dari Allah dan RasulNya, berijtihad dalam memahaminya, mengetahui makna-maknanya kemudian mengaplikasikannya dalam amaliah sehari-hari.

· Para Salaf sangat berhati-hati dalam menyikapi pertanyaan-pertanyaan tentang hal-hal yang tidak perlu dan masih berpretensi kemungkinan akan terjadi bahkan cenderung menghindarinya hingga hal itu benar-benar terjadi.

· Dari satu sisi, bahwa meninggalkan al-Muharamât adalah lebih utama dari melakukan perbuatan ta'at yang sifatnya sunnah.

· Allah Ta'ala tidak membebankan taklif syar'i diluar kemampuan mukallaf dan dalam hal tertentu taklif tersebut berubah menjadi rukhshah/dispensasi sebagai kasih sayangNya kepada hamba-hambaNya sedangkan dalam masalah larangan maka tidak ada keringanan apapun untuk melakukannya bahkan taklifnya harus dilakukan secara total kecuali dalam keadaan darurat dimana dimaksudkan bukan untuk bersenang-senang serta mengumbar hawa nafsu.

· Diantara ciri-ciri umat-umat terdahulu adalah suka banyak bertanya tentang hal-hal yang tidak bermanfaat dan suka membantah Nabi-Nabi yang diutus kepada mereka dan hal itulah sebagai penyebab hancur dan binasanya mereka.

(Disarikan dari kitab "Jâmi'ul 'Ulûm wal Hikam", karya Syaikh Ibnu Rajab al-Hanbali, juz. I, h. 238-257).

Sumber :  http://www.reocities.com/

Sabtu, 22 Desember 2012

MUI SARANKAN UMAT MUSLIM INDONESIA TIDAK UCAPKAN "MERRY CHRITMASS"




Majelis Ulama Indonesia menyarankan umat Islam tidak mengucapkan selamat Natal kepada pemeluk agama Nasrani. "Itu jadi perdebatan, sebaiknya enggak usah sajalah," kata Ketua MUI Bidang Fatwa Maruf Amin di Jakarta, Rabu, 19 Desember 2012.

Meskipun melarang, Maruf meminta umat Islam menjaga kerukunan dan toleransi. Dia menyatakan ada fatwa MUI yang melarang untuk mengikuti ritual Natal.

Dia menegaskan, mengikuti ritual Natal adalah haram. "Karena itu ibadah (umat lain)," kata dia.

MUI telah mengeluarkan fatwa pada 1981 di masa Ketua Umum MUI Prof. Dr. Buya Hamka. Fatwa MUI yang ditandatangani Ketua Komisi Fatwa KH. Syukri Ghazali dan Sekretaris H. Masudi. Isi fatwa ini menyatakan haram mengikuti perayaan dan kegiatan Natal.

APAKAH HUKUMNYA ORANG MUSLIM MENGUCAPKAN "MERRY CHRITMASS"



Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shalaatu wa salaamu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Sudah sering kita mendengar ucapan semacam ini menjelang perayaan Natal yang dilaksanakan oleh orang Nashrani. Mengenai dibolehkannya mengucapkan selamat natal ataukah tidak kepada orang Nashrani, sebagian kaum muslimin masih kabur mengenai hal ini. Sebagian di antara mereka dikaburkan oleh pemikiran sebagian orang yang dikatakan pintar (baca: cendekiawan), sehingga mereka menganggap bahwa mengucapkan selamat natal kepada orang Nashrani tidaklah mengapa (alias ‘boleh-boleh saja’). Bahkan sebagian orang pintar tadi mengatakan bahwa hal ini diperintahkan atau dianjurkan.


Namun untuk mengetahui manakah yang benar, tentu saja kita harus merujuk pada Al Qur’an dan As Sunnah, juga pada ulama yang mumpuni, yang betul-betul memahami agama ini. Ajaran islam ini janganlah kita ambil dari sembarang orang, walaupun mungkin orang-orang yang diambil ilmunya tersebut dikatakan sebagai cendekiawan. Namun sayang seribu sayang, sumber orang-orang semacam ini kebanyakan merujuk pada perkataan orientalis barat yang ingin menghancurkan agama ini. Mereka berusaha mengutak-atik dalil atau perkataan para ulama yang sesuai dengan hawa nafsunya. Mereka bukan karena ingin mencari kebenaran dari Allah dan Rasul-Nya, namun sekedar mengikuti hawa nafsu. Jika sesuai dengan pikiran mereka yang sudah terkotori dengan paham orientalis, barulah mereka ambil. Namun jika tidak bersesuaian dengan hawa nafsu mereka, mereka akan tolak mentah-mentah. Ya Allah, tunjukilah kami kepada kebenaran dari berbagai jalan yang diperselisihkan –dengan izin-Mu-

Semoga dengan berbagai fatwa dari ulama yang mumpuni, kita mendapat titik terang mengenai permasalahan ini.

Fatwa Pertama: Mengucapkan Selamat Natal dan Merayakan Natal Bersama

Berikut adalah fatwa ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah, dari kumpulan risalah (tulisan) dan fatwa beliau (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin), 3/28-29, no. 404.

Beliau rahimahullah pernah ditanya,
“Apa hukum mengucapkan selamat natal (Merry Chritmass)) pada orang kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang dimaksudkan tadi, tanpa maksud apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena malu, karena kondisi tertekan, atau karena berbagai alasan lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?”

Beliau rahimahullah menjawab:
Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnyaAhkamu Ahlidz Dzimmah. Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” –Demikian perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah-

Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ

“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (Qs. Az Zumar [39]: 7)

Allah Ta’ala juga berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Qs. Al Maidah [5]: 3)

Apakah Perlu Membalas Ucapan Selamat Natal?

Memberi ucapan selamat semacam ini pada mereka adalah sesuatu yang diharamkan, baik mereka adalah rekan bisnis ataukah tidak. Jika mereka mengucapkan selamat hari raya mereka pada kita, maka tidak perlu kita jawab karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala. Hari raya tersebut boleh jadi hari raya yang dibuat-buat oleh mereka (baca : bid’ah). Atau mungkin juga hari raya tersebut disyariatkan, namun setelah Islam datang, ajaran mereka dihapus dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ajaran Islam ini adalah ajaran untuk seluruh makhluk.

Mengenai agama Islam yang mulia ini, Allah Ta’ala sendiri berfirman,

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Qs. Ali Imron [3]: 85)

Bagaimana Jika Menghadiri Perayaan Natal?

Adapun seorang muslim memenuhi undangan perayaan hari raya mereka, maka ini diharamkan. Karena perbuatan semacam ini tentu saja lebih parah daripada cuma sekedar memberi ucapan selamat terhadap hari raya mereka. Menghadiri perayaan mereka juga bisa jadi menunjukkan bahwa kita ikut berserikat dalam mengadakan perayaan tersebut.

Bagaimana Hukum Menyerupai Orang Nashrani dalam Merayakan Natal?

Begitu pula diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan (yang disimbolkan dengan ‘santa clause’ yang berseragam merah-putih, lalu membagi-bagikan hadiah, pen) atau sengaja meliburkan kerja (karena bertepatan dengan hari natal). Alasannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Iqtidho’ Ash Shirothil Mustaqim mengatakan, “Menyerupai orang kafir dalam sebagian hari raya mereka bisa menyebabkan hati mereka merasa senang atas kebatilan yang mereka lakukan. Bisa jadi hal itu akan mendatangkan keuntungan pada mereka karena ini berarti memberi kesempatan pada mereka untuk menghinakan kaum muslimin.” -Demikian perkataan Syaikhul Islam-

Barangsiapa yang melakukan sebagian dari hal ini maka dia berdosa, baik dia melakukannya karena alasan ingin ramah dengan mereka, atau supaya ingin mengikat persahabatan, atau karena malu atau sebab lainnya. Perbuatan seperti ini termasuk cari muka (menjilat), namun agama Allah yang jadi korban. Ini juga akan menyebabkan hati orang kafir semakin kuat dan mereka akan semakin bangga dengan agama mereka.
Allah-lah tempat kita meminta. Semoga Allah memuliakan kaum muslimin dengan agama mereka. Semoga Allah memberikan keistiqomahan pada kita dalam agama ini. Semoga Allah menolong kaum muslimin atas musuh-musuh mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Kuat lagi Maha Mulia.

Fatwa Kedua: Berkunjung Ke Tempat Orang Nashrani untuk Mengucapkan Selamat Natal pada Mereka

Masih dari fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah dari Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 3/29-30, no. 405.

Syaikh rahimahullah ditanya: Apakah diperbolehkan pergi ke tempat pastur (pendeta), lalu kita mengucapkan selamat hari raya dengan tujuan untuk menjaga hubungan atau melakukan kunjungan?

Beliau rahimahullah menjawab:
Tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir, lalu kedatangannya ke sana ingin mengucapkan selamat hari raya, walaupun itu dilakukan dengan tujuan agar terjalin hubungan atau sekedar memberi selamat (salam) padanya. Karena terdapat hadits dari Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ

“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167)

Adapun dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkunjung ke tempat orang Yahudi yang sedang sakit ketika itu, ini dilakukan karena Yahudi tersebut dulu ketika kecil pernah menjadi pembantu Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala Yahudi tersebut sakit, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya dengan maksud untuk menawarkannya masuk Islam. Akhirnya, Yahudi tersebut pun masuk Islam. Bagaimana mungkin perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengunjungi seorang Yahudi untuk mengajaknya masuk Islam, kita samakan dengan orang yang bertandang ke non muslim untuk menyampaikan selamat hari raya untuk menjaga hubungan?! Tidaklah mungkin kita kiaskan seperti ini kecuali hal ini dilakukan oleh orang yang jahil dan pengikut hawa nafsu.

Fatwa Ketiga: Merayakan Natal Bersama

Fatwa berikut adalah fatwa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi) no. 8848.

Pertanyaan:
Apakah seorang muslim diperbolehkan bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam perayaan Natal yang biasa dilaksanakan pada akhir bulan Desember? Di sekitar kami ada sebagian orang yang menyandarkan pada orang-orang yang dianggap berilmu bahwa mereka duduk di majelis orang Nashrani dalam perayaan mereka. Mereka mengatakan bahwa hal ini boleh-boleh saja. Apakah perkataan mereka semacam ini benar? Apakah ada dalil syar’i yang membolehkan hal ini?

Jawaban:
Tidak boleh bagi kita bekerjasama dengan orang-orang Nashrani dalam melaksanakan hari raya mereka, walaupun ada sebagian orang yang dikatakan berilmu melakukan semacam ini. Hal ini diharamkan karena dapat membuat mereka semakin bangga dengan jumlah mereka yang banyak. Di samping itu pula, hal ini termasuk bentuk tolong menolong dalam berbuat dosa. Padahal Allah berfirman,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Qs. Al Maidah [5]: 2)

Semoga Allah memberi taufik pada kita. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, pengikut dan sahabatnya.

Ketua Al Lajnah Ad Da’imah: Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz


Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, kita dapat menarik beberapa kesimpulan:
Pertama, Kita –kaum muslimin- diharamkan menghadiri perayaan orang kafir termasuk di dalamnya adalah perayaan Natal. Bahkan mengenai hal ini telah dinyatakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia sebagaimana dapat dilihat dalam fatwa MUI yang dikeluarkan pada tanggal 7 Maret 1981.

Kedua, Kaum muslimin juga diharamkan mengucapkan ‘selamat natal’ kepada orang Nashrani dan ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim. Jadi, cukup ijma’ kaum muslimin ini sebagai dalil terlarangnya hal ini. Yang menyelisihi ijma’ ini akan mendapat ancaman yang keras sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (Qs. An Nisa’ [4]: 115). Jalan orang-orang mukmin inilah ijma’ (kesepakatan) mereka.

Oleh karena itu, yang mengatakan bahwa Al Qur’an dan Hadits tidak melarang mengucapkan selamat hari raya pada orang kafir, maka ini pendapat yang keliru. Karena ijma’ kaum muslimin menunjukkan terlarangnya hal ini. Dan ijma’ adalah sumber hukum Islam, sama dengan Al Qur’an dan Al Hadits. Ijma’ juga wajib diikuti sebagaimana disebutkan dalam surat An Nisa ayat 115 di atas karena adanya ancaman kesesatan jika menyelisihinya.

Ketiga, jika diberi ucapan selamat natal, tidak perlu kita jawab (balas) karena itu bukanlah hari raya kita dan hari raya mereka sama sekali tidak diridhoi oleh Allah Ta’ala.

Keempat, tidak diperbolehkan seorang muslim pergi ke tempat seorang pun dari orang-orang kafir untuk mengucapkan selamat hari raya.

Kelima, membantu orang Nashrani dalam merayakan Natal juga tidak diperbolehkan karena ini termasuk tolong menolong dalam berbuat dosa.

Keenam, diharamkan bagi kaum muslimin menyerupai orang kafir dengan mengadakan pesta natal, atau saling tukar kado (hadiah), atau membagi-bagikan permen atau makanan dalam rangka mengikuti orang kafir pada hari tersebut.

Demikianlah beberapa fatwa ulama mengenai hal ini. Semoga kaum muslimin diberi taufiko oleh Allah untuk menghindari hal-hal yang terlarang ini. Semoga Allah selalu menunjuki kita ke jalan yang lurus dan menghindarkan kita dari berbagai penyimpangan. Hanya Allah-lah yang dapat memberi taufik.

10 PINTU YANG DAPAT DI MASUKI SYETAN


“ketahuilah bahwa hati adalah ibarat sebuah benteng. Setan sebagai musuh kita selalu ingin memasuki benteng tersebut. Setan senantiasa ingin memiliki dan menguasai benteng itu. Tidak mungkin benteng tersebut bisa terjaga selain adanya penjagaan yang ketat pada pintu-pintunya”

Pintu-pintu tersebut tidak bisa terjaga kecuali jika seseorang mengetahui pintu-pintu tadi. Setan tidak bisa terusir dari pintu tersebut kecuali jika seseorang mengetahui cara setan memasukinya. Cara setan untuk masuk dan apa saja pintu-pintu tadi adalah sifat seorang hamba dan jumlahnya amatlah banyak. Pada saat ini kami akan menunjukkan pintu-pintu tersebut yang merupakan pintu terbesar yang setan biasa memasukinya. Semoga Allah memberikan kita pemahaman dalam permasalah ini.

Pintu pertama:
Ini adalah pintu terbesar yang akan dimasuki setan yaitu hasad (dengki) dan tamak. Jika seseorang begitu tamak pada sesuatu, ketamakan tersebut akan membutakan, membuat tuli dan menggelapkan cahaya kebenaran, sehingga orang seperti ini tidak lagi mengenal jalan masuknya setan. Begitu pula jika seseorang memiliki sifat hasad, setan akan menghias-hiasi sesuatu seolah-olah menjadi baik sehingga disukai oleh syahwat padahal hal tersebut adalah sesuatu yang mungkar.

Pintu kedua:
Ini juga adalah pintu terbesar yaitu marah. Ketahuilah, marah dapat merusak akal. Jika akal lemah, pada saat ini tentara setan akan melakukan serangan dan mereka akan menertawakan manusia. Jika kondisi kita seperti ini, minta perlindunganlah pada Allah.

Pintu ketiga:
Yaitu sangat suka menghias-hiasi tempat tinggal, pakaian dan segala perabot yang ada. Orang seperti ini sungguh akan sangat merugi karena umurnya hanya dihabiskan untuk tujuan ini.

Pintu keempat:
Yaitu kenyang karena telah menyantap banyak makanan. Keadaan seperti ini akan menguatkan syahwat dan melemahkan untuk melakukan ketaatan pada Allah. Kerugian lainnya akan dia dapatkan di akhirat.

Pintu kelima:
Yaitu tamak pada orang lain. Jika seseorang memiliki sifat seperti ini, maka dia akan berlebih-lebihan memuji orang tersebut padahal orang itu tidak memiliki sifat seperti yang ada pada pujiannya. Akhirnya, dia akan mencari muka di hadapannya, tidak mau memerintahkan orang yang disanjung tadi pada kebajikan dan tidak mau melarangnya dari kemungkaran.

Pinta keenam:
Yaitu sifat selalu tergesa-gesa dan tidak mau bersabar untuk perlahan-lahan. Padahal terdapat sebuah hadits dari Anas, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal dari setan.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Sunanul Qubro. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shoghir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Pintu ketujuh:
Yaitu cinta harta. Sifat seperti ini akan membuat berusaha mencari harta bagaimana pun caranya. Sifat ini akan membuat seseorang menjadi bakhil (kikir), takut miskin dan tidak mau melakukan kewajiban yang berkaitan dengan harta.

Pintu kedelapan:
Yaitu mengajak orang awam supaya ta’ashub (fanatik) pada madzhab atau golongan tertentu, tidak mau beramal selain dari yang diajarkan dalam madzhab atau golongannya.

Pintu kesembilan:
Yaitu mengajak orang awam untuk memikirkan hakekat (kaifiyah) dzat dan sifat Allah yang sulit digapai oleh akal mereka sehingga membuat mereka menjadi ragu dalam masalah paling urgen dalam agama ini yaitu masalah aqidah.

Pintu kesepuluh:
Yaitu selalu berburuk sangka terhadap muslim lainnya. Jika seseorang selalu berburuk sangka (bersu’uzhon) pada muslim lainnya, pasti dia akan selalu merendahkannya dan selalu merasa lebih baik darinya. Seharusnya seorang mukmin selalu mencari udzur dari saudaranya. Berbeda dengan orang munafik yang selalu mencari-cari ‘aib orang lain.

Semoga kita dapat mengetahui pintu-pintu ini dan semoga kita diberi taufik oleh Allah untuk menjauhinya.

Rujukan: Mukhtashor Minhajul Qoshidin, Ibnu Qudamah Al Maqdisiy

PAUS YANG TELAH PUNAH KINI DITEMUKAN KEMBALI

Foto: LiveScience/Darryl Wilson, University of Otago 

Penelitian terbaru mengungkapkan, paus kerdil (pygmy right whale), makhluk misterius dan sulit dipahami yang jarang muncul di pantai, merupakan kerabat terakhir yang masih hidup dari kelompok paus yang dipercaya sudah lama punah.


Temuan yang dipublikasikan pada Selasa di “Proceedings of the Royal Society B” itu mungkin dapat membantu menjelaskan mengapa mamalia laut yang misterius itu terlihat begitu berbeda dari paus lainnya yang ada sekarang.

"Paus kerdil yang masih hidup hampir seperti fosil hidup," kata Felix Marx, seorang ahli paleontologi di University of Otago di Selandia Baru. "Paus tersebut merupakan paus terakhir yang berhasil bertahan hidup dari garis keturunan spesies kuno, yang hingga kini tidak disadari masih hidup."

Fosil hidup
Ikan paus yang relatif kerdil itu hanya memiliki tubuh sepanjang 6,5 meter dan hidup di lautan terbuka. Mamalia laut yang masih sulit dipahami tersebut mendiami belahan Bumi selatan dan hanya terlihat di laut beberapa puluh kali. Akibatnya, para ilmuwan hampir tidak mengetahui apa pun mengenai kebiasaan atau struktur sosial spesies itu.

Makhluk aneh itu memiliki moncong berbentuk seperti busur seperti sedang cemberut, yang membuatnya tampak berbeda dari paus hidup lainnya. Analisis DNA menjelaskan, paus kerdil itu berevolusi dari paus balin di zaman modern seperti paus biru dan paus bungkuk, antara 17 juta hingga 25 juta tahun yang lalu. Namun, moncong paus kerdil menunjukkan bahwa mereka berhubungan lebih dekat dengan keluarga paus lainnya yang mencakup paus kepala busur. Namun tidak ada penelitian fosil yang menunjukkan bagaimana paus kerdil berevolusi, ungkap Marx. 

Untuk memahami bagaimana paus kerdil masuk ke dalam garis keturunan paus, Marx dan peneliti lainnya secara cermat menganalisis tulang tengkorak dan fragmen fosil lainnya dari paus kerdil, dan beberapa ordo cetacea kuno lainnya.

Para peneliti menjelaskan, tengkorak paus kerdil paling mirip dengan keluarga paus yang pada zaman dahulu disebut cetotheres yang diperkirakan telah punah sekitar 2 juta tahun yang lalu. Cetotheres muncul sekitar 15 juta tahun yang lalu dan pernah hidup di lautan di seluruh dunia.

Temuan tersebut membantu menjelaskan bagaimana paus kerdil berevolusi dan juga dapat membantu menjelaskan bagaimana paus kuno "yang dianggap sudah punah" tersebut hidup. Informasi baru ini juga merupakan langkah pertama dalam merekonstruksi garis keturunan paus zaman dulu agar bisa kembali dicocokkan dengan titik ketika semua anggota kelompok hewan ini pertama kali berubah, katanya.

Jumat, 21 Desember 2012

SANG RAJA MUSIK NANGGROE




Rafli, seorang Pemusik dari Aceh merupakan pria Aceh asli - lelaki yang dilahirkan dan besar di Aceh - . Begitu indahnya alunan musik diiringi dengan lirik yang mengandung nasehat, membangkitkan semangat dan melipur lara serta kerinduan akan kampung halaman. Rafli, seorang PNS di lingkungan kanwil Departemen Agama Provinsi Aceh merupakan salah seorang musisi terbaik yang dimiliki Aceh. Bersama grup Kande-nya, ia telah berhasil memukau hati warga Aceh umumnya, setidaknya menjadi pengisi top list grup musik Aceh yang mampu berbicara banyak di level nasional, menjadi pendamping grup lain seperti Nyawoeng yang lirik-lirik lagunya begitu memukau dan mengandung nasehat serta menyebarkan energi dan spirit yang luar biasa.




Penulis sendiri cukup terinspirasi dengan lirik-lirik lagu karya Rafli. Kadang kala ada lagu yang memang sangat menyentuh, lalu ada pula lagu yang membangkitkan semangat, dan tidak kurang lagu untuk memotivasi dan menjadi lebih baik. Kita doakan saja Bang Rafli bisa terus berkarya dan konsisten dalam menghasilkan lirik-lirik yang lebih luar biasa. Mari buktikan bahwa musik Aceh mampu jadi alternatif bagi dunia permusikan nasional yang mayoritas fokus pada hal-hal percintaan, kesedihan dan hal-hal fiktif yang tidak membangkitkan semangat dan bermanfaat untuk perkembangan. Meskipun ada beberapa musisi yang luar biasa seperti Bang Iwan Fals, Ebiet G. Ade, Kang Opick dan lainnya.



Akhirnya, penulis berasumsi bahwa suatu karya musik hendaknya mampu mengeksplorasi serta membawa dampak perubahan bagi individu atau kelompok, bukan hanya mengikuti "market demand" yang berorientasi pada hiburan semata, tanpa menyelipkan motivasi, inspirasi dan kata-kata nasehat yang luar biasa. Allahu A'lam,

KIAMAT DI TUNDA, PKS ELUS DADA




Masalah datangnya hari kiamat sudah banyak yang meramalkan kapan hari tersebut akan terjadi. Yang paling rame dan heboh adalah ramalan suku maya; yang menyatakan bahwa kiamat akan jatuh pada hari ini; yang bertepatan dengan tanggal 21-12-2012.

Sebagaimana yang dilansir beberapa media, banyak yang percaya dan bahkan panik dengan ramalan tersebut. Untuk menyelamatkan diri, mereka harus berlari ke pegunungan, mencari tempat-tempat yang sepi untuk menghindari hari kiamat tadi. Bahkan menurut berita di televisi pagi tadi, NASA banyak menerima telepon dari masyarakat menanyakan kebenaran kabar kiamat hari ini sekaligus mereka ingin mencari tempat yang aman.

Tapi dari semua reaksi tadi, saya agak tergelitik dengan apa yang dilakukan salah satu parpol di Indonesia, apalagi parpol tersebut berbasis Islam yakni PKS. Sebagai parpol dengan pemilih menengah ke atas, PKS justru ‘ikut hanyut’ dalam riak-riak ramalan suku maya tersebut.

Sebagaimana yang dilansir Liputan 6hari ini, PKS berencana mengadakan syukuran atas gagalnya kiamat hari ini.

“Kita hari ini acaranya adalah syukuran, karena hari ini tidak terjadi kiamat. Sambil melakukan refleksi. Jadi saya menegaskan, itu hanyalah ramalan, dan tidak bisa dipercaya 100 persen,” kata Ketua FPKS Hidayat Nur Wahid di Senayan, Jakarta, Jumat (21/12/2012).

Sebenarnya kalau ditelaah lebih lanjut, apa yang disampaikan Hidayat Nurwahid di atas bertujuan baik, yakni melakukan refleksi dan introspeksi diri agar ke depannya bisa lebih baik dalam melangkah. Tapi satu sisi acara syukuran karena hari ini tidak jadi kiamat bisa juga diartikan bahwa ternyata PKS begitu mempercayai ramalan Suku Maya. Mereka sebagai kader-kader agamis dan cerdas, mestinya bisa dan mampu menempatkan sikap dalam memandang ramalan itu.

Dalam hazanah dan ajaran islam, tentu kita tahu bahwa mempercayai ramalan, apalagi dengan keyakinan hati akan kebenaran ramalan tersebut, berarti kita masuk dalam kategori musyrik. Saya yakin kader-kader PKS –terutama para petingginya– tahu persis akan hal ini.

Nampaknya syukuran yang diadakan PKS ditujukan lebih pada upaya introspeksi diri secara internal ke kader-kader mereka sendiri. Meski dengan hajatan yang menurut saya kurang pas, karena dengan mengadakan syukuran karena batalnya kiamat hari ini, bisa dibilang mereka juga mempercayai ramalan suku maya tersebut.

WalLahu A’lam….

.

21 Desember 2012



PEMIMPIN "DI AJARI" PEMIMPIN ! JOKOWI LANTIK WALIKOTA JAKTIM DI KAMPUNG PULO JAHE






Jakarta - Kampung Pulo Jahe, Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, baru kali ini menggelar perhelatan besar. Ya, hajatan akbar itu adalah pelantikan Wali Kota Jaktim oleh Gubernur DKI Jakarta Jokowi.

"Ini tuh mendadak banget," kata Salim, seorang warga yang ditemui di lokasi usai pelantikan, Kamis (20/12/2012).

Salim pria berusia 50-an tahun ini menjelaskan, kabar pelantikan itu datang pada Selasa (18/12) malam. Tak lama, seluruh warga dan perangkat kelurahan serta kecamatan langsung gerak cepat.

Lingkungan dibersihkan dan jalanan diperbaiki. Pengaspalan di jalan sepanjang 50 meter dilakukan menuju lokasi pelantikan. Semua dikerjakan serba ngebut pada Rabu (19/12).

"Terus itu panggungnya dibangun di atas tempat pembakaran sampah," jelas Salim yang juga membuka usaha warung kebutuhan sehari-hari.

Salim sebenarnya cukup heran. Menurutnya, biasanya Jokowi suka yang alami, tidak main kebut melakukan perbaikan. Tapi memang pelantikan itu membawa hal positif ke kampung itu. Jalan diaspal dan lingkungan dirapikan.

Kawasan itu merupakan tempat pembuangan sampah. Tanah di sekitar lokasi bila diinjak sedikit langsung ambles. Tanah juga dilapisi serbuk kayu. 

Selain panggung, dibangun juga bedeng tempat para pejabat makan usai pelantikan. Menu soto dan siomay tersedia di bedeng itu. Jokowi sempat menyicipi siomay. Jokowi juga sempat masuk ke rumah warga dan menukar baju jasnya dengan kemeja putih.

Kamis, 06 Desember 2012

LOGO HMP-MU STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa

Ini adalah Logo Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) Muamalah,
Makna :
|1. Warna Hijau, adalah warna kesukaan Rasulullah.
 2. Bentuk Segitiga yaitu Penggambaran dari Tri Darma Perguruan Tinggi.
 3. Tulisan Berwarna Putih Karena Putih adalah lambang kesucian.

Rabu, 05 Desember 2012

PRESENTASI LANCAR, INI TRIKNYA,





Butuh contoh presentasi yang sukses untuk panduan Anda melakukan kegiatan presentasi? Ada banyak contoh presentasi yang bisa Anda download di internet secara gratis.


Presentasi dengan berbagai tema dan materi tersebut biasanya ditampilkan dalam bentuk microsoft power point yang secara mudah bisa langsung Anda pelajari cara penyampaiannya. Presentasi yang sukses memang bukan sekedar kemampuan Anda untuk menguasai berbagai materi yang akan disampaikan, beberapa faktor-faktor teknis juga turut mempengaruhi kualitas penampilan Anda sebagai seorang yang menyampaikan presentasi.



Dari berbagai contoh presentasi sukses yang bisa Anda dapatkan secara gratis di internet, secara tekstual hanya menyajikan bagaimana faktor teknis berupa slide presentasi yang akan ditampilkan serta kupasan materi yang akan dibahas. Lebih dari itu, sebuah presentasi yang sukses turut dipengaruhi oleh banyak hal, apa saja hal-hal yang dapat mempengaruhi sukses tidaknya sebuah presentasi? Berikut ini beberapa faktor yang bisa Anda perhatikan:


1. Kemampuan berbicara dan bahasa tubuh

Contoh presentasi yang baik biasanya juga ditampilkan dalam bentuk video yang bisa Anda download secara gratis. Beberapa pembicara-pembicara hebat memberikan kunci dan trik-trik menyajikan presentasi melalui skill kemampuan berbicara yang memikat dan sajian bahasa tubuh yang menarik perhatian. Cara berbicara merupakan hal yang akan pertama menjadi sorotan audiens saat memperhatikan Anda melakukan sebuah presentasi, kemudian dilanjutkan bagaimana gaya bahasa tubuh Anda yang menyesuaikan dengan bahasa lisan.


Sebagai contoh perhatikan lah gaya bicara dan bahasa tubuh yang ditampilkan oleh sosok Mario Teguh, sebuah gaya khas yang cukup memikat perhatian audiens. Anda pun perlu membentuk karakter khas menarik dalam diri Anda saat menyajikan sebuah presentasi khususnya dalam bahasa lisan dan bahasa tubuh.


2. Kecakapan menguasai audiens

Contoh presentasi yang menarik melalui tayangan sebuah video tentunya akan menampilkan bagaimana kemampuan seorang yang melakukan presentasi dalam menguasai para audiensnya. Inilah pekerjaan utama seorang pembicara yang sering mengalami kegagalan dalam prakteknya.


Tak cukup hanya dengan kemampuan berbicara dan gaya bahasa tubuh yang menarik untuk dapat menguasai audiens, namun juga perlu dilakukan upaya pengontrolan apakah audiens masih bersama kita atau sudah larut dengan urusan masing-masing.


Banyak hal-hal menarik yang bisa Anda lakukan untuk menguasai audiens, diantaranya adalah melakukan simulasi, memberikan pertanyaan diskusi, menyentuh emosi melalui alunan musik atau tayangan video dan sebagainya. Hal-hal yang menarik sangat dibutuhkan agar audiens tidak merasa bosan saat menyaksikan Anda melakukan presentasi di hadapan mereka.



3. Alat peraga teknis yang menarik

Contoh presentasi yang baik juga akan menampilkan berbagai alat peraga menarik dalam sebuah presentasi. Beberapa diantaranya bisa berupa slide, video, musik, atraksi langsung oleh pembicara dan sebagainya.


Sebuah slide presentasi yang unik dan baru akan membuat orang-orang terfokus menyaksikan tampilan materi Anda, meskipun untuk beberapa kegiatan presentasi formal hal ini tidak dibenarkan. Namun dalam kegiatan seminar, talkshow dan sebagainya upaya kreatifitas semacam ini perlu Anda lakukan untuk menarik minat audiens.


Demikian juga dengan video, musik dan sebagainya. Atraksi langsung dari pembicara juga hal langka yang mampu ditampilkan oleh seseorang, namun hal ini sebenarnya menjadi sebuah kunci keberhasilan seorang pembicara, apabila ia mampu melakukannya dengan baik.


Beberapa faktor di atas biasanya akan Anda temukan saat menyaksikan contoh presentasi dari para nara sumber terkenal baik melalui rekaman atau saat mengikuti langsung kegiatan tersebut.






Selamat Mencoba, Semoga Presentasi Anda Menjadi Lancar sebagaimana mestinya.



PRESTASI MEMPERTAHANKAN HARGA DIRI

Kanan Pertama : itu saya, Jefri Sasrizal
Kanan Kedua : Wahyu Qadri
Kiri Pertama : Munazir (Bang Bulek)
Kiri Kedua : Haidar Rahman (Ayah)
(Mohon maaf yang tidak disebutkan namanya, ini hanya untuk mahasiswa Muamalah, hihihi :D :D )

Kami semua adalah peserta PEKSIMIDA (Pekan Seni Mahasiwa Daerah) Tahun 2012 yang di laksanakan di Banda Aceh pada Hari Kamis, Tanggal 31 Mei 2012 di UNSYIAH (Universitas Syah Kuala) Banda Aceh bertempat di AAC Dayan Daud. Mahasiwa Prodi Muamalah, pada kompetisi ini juga ikut berpartisipasi yakni, Wahyu Qadri dan juga saya (Jefri Sasrizal). Kegiatan ini tidak berlangsung dengan baik, pada saat pengumuman pemenang untuk cabang-cabang lomba Pukul 02:00 WIB terjadi kericuhan karena adanya kecurangan pada penilaian dari lomba-lomba tersebut.

 Ini adalah dimana pada saat kericuhan berlangsung.


Pada saat kericuhan itu berlangsung, kami dari kontingen Kota Langsa yang juga merasa terzalimi tidak tinggal diam, Munazir salah satunya, beliau langsung beranjak dari tempat duduknya dan langsung mengejar si juri yang membuat kecurangan tersebut.

                     Munazir yang mulai geram akibat ulah juri.

                    Jrennnn,,,,,Jreeennnngggggg, dan inillah dia si "GENDUT REMPONG"

"Gendut Rempong", begitulah kami para peserta dari STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa menyebutkan namanya. semoga dikedepannya pada PEKSIMIDA berikutnya tidak ada lagi kecurangan-kecurangan yang terjadi. Walaupun begitu Alhamdulillah kami mendapatkan juara yaitu "HARGA DIRI KAMI". Satu Kutipan pada saat terjadinya kericuhan, yaitu puisi yang di sampaikan oleh teman kami sesama peserta yaitu "PRODO IMITATIO" "JUAL BELI GELAR" "AMPLOP DIDALAM AMPLOP"

by : Jefri Sasrizal

LAMPIRAN ANGGOTA HMP-MU STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa


LAMPIRAN SUSUNAN KEPENGURUSAN
HIMPUNAN MAHASISWA PRODI MUAMALAH / HMP-MU
STAIN ZAWIYAH COT KALA LANGSA PERIODE 2012-2013

KETUA UMUM                                                 : M. SIDDIQ SAPUTRA

WAKIL KETUA UMUM                                  : RIZALDY

SEKRETARIS UMUM                                     : JEFRI SASRIZAL
-        Wakil Sekretaris I                                        : NURHIKMAH SARI
-        Wakil Sekretaris II                                       : NURUL ASTRI

BENDAHARA UMUM                                     : INTAN ZAHARA
-        Wakil Bendahara I                                      : HAYATUN NUFUS
-        Wakil Bendahara II                                     : SEPRIANI AYU LESTARI. HRP


BIDANG-BIDANG

KETUA BIDANG LITBANG                               : MULIADI
ANGGOTA                                                               : ZULKARNAINI
                                                                                   : HERI FADLI
                                                                                   : MAHYUDI
                                                                                   : FATTURAHMAN

KETUA BIDANG KESMA                                   : ISWANDI
ANGGOTA                                                               : M. RAJA
                                                                                   : AGUSTINA WATI
                                                                                   : PUTRI WIRDAWATI

KETUA BIDANG DIKSENBUD                          : HELMI
ANGGOTA                                                               : RAHMAT HIDAYAT
                                                                                   : KHAIRUL HUSNA
                                                                                   : NOVITA LEDY SILFERA
                                                                                   : NURAFNI

KETUA BIDANG HUMAS                                   : M. JUNAIDI
ANGGOTA                                                               : M. ALFI SYAHRI
                                                                                   : T.M. YOENOESA
                                                                                   : RAHMAT HIDAYAT
                                                                                   : ERI SUANDI
                                                                                   : MULIZAR
                                                                                  
KETUA BIDANG PEMB. PEREMPUAN          : SUSI IRAWATI
ANGGOTA                                                               : NURBAITI
                                                                                   : WINA
                                                                                   : SITTI HARDIYANTI


KETUA BIDANG P.A.O                                        : ASYUKURILLAH
ANGGOTA                                                               : M. NAFI
                                                                                   : M. ALI
                                                                                   : SAYED PADEL SYAHAB

KETUA BIDANG P.A.O                                        : ADI MUKHTAR
ANGGOTA                                                               : KAHAR MUZAKIR
                                                                                   : RASFADLI
                                                                                   : RAJA SAPUTRA